Instruksi Tegas dari Pemerintah
Jakarta, 28 Agustus 2025 – Pemerintah Indonesia secara resmi meminta TikTok dan Meta (induk Facebook, Instagram, dan WhatsApp) untuk meningkatkan mekanisme pengawasan dan penindakan cepat terhadap konten berbahaya di platform mereka. Permintaan ini disampaikan langsung oleh Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi, setelah maraknya penyebaran konten provokatif terkait demonstrasi besar di Jakarta.
“Kami tidak ingin ruang digital dipenuhi hoaks, ujaran kebencian, maupun provokasi anarkis. TikTok dan Meta harus segera bertindak cepat, bukan hanya reaktif, agar masyarakat tidak terpapar disinformasi,” tegas Menkominfo.
Latar Belakang
Sejak awal pekan, sejumlah konten hoaks dan video provokatif tentang aksi mahasiswa dan buruh tersebar luas di media sosial. Beberapa akun bahkan melakukan live streaming yang mendorong masyarakat untuk melakukan tindakan anarkis. Hal inilah yang memicu perhatian pemerintah agar platform digital lebih bertanggung jawab.
Selain itu, isu deepfake tokoh publik seperti Menteri Keuangan Sri Mulyani yang viral beberapa hari lalu juga memperkuat urgensi langkah ini. Deepfake tersebut memuat pernyataan palsu yang seolah-olah mendukung kenaikan tunjangan DPR, sehingga menimbulkan kebingungan publik.
Respons TikTok dan Meta
Perwakilan TikTok Indonesia menyatakan siap bekerja sama dengan pemerintah untuk memperketat algoritma pendeteksi konten berbahaya. Sementara itu, Meta Indonesia berjanji akan menambah tim moderator lokal agar penindakan bisa lebih cepat, terutama untuk konten berbahasa Indonesia yang sering lolos filter otomatis.
Namun, sejumlah pengamat menilai respons perusahaan platform sering kali lambat dan lebih fokus pada kepentingan bisnis dibandingkan kepentingan publik.
Pandangan Pakar
Pengamat media sosial Universitas Padjadjaran, Yuliana Rahmawati, menilai langkah pemerintah tepat tetapi harus diimbangi dengan transparansi.
“Pemerintah jangan hanya menekan platform. Harus ada sistem akuntabilitas publik agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang dalam sensor konten,” ujarnya.
Sementara itu, lembaga digital rights seperti SAFEnet memperingatkan agar penindakan konten tidak menjadi alasan pembatasan kebebasan berekspresi.
Implikasi Global
Langkah Indonesia ini sejalan dengan tren global di mana banyak negara menuntut platform teknologi besar lebih bertanggung jawab. Uni Eropa, misalnya, sudah mengimplementasikan Digital Services Act (DSA) yang mewajibkan platform menghapus konten berbahaya dalam hitungan jam.
Jika Indonesia berhasil mendorong kebijakan serupa, maka negara ini bisa menjadi salah satu pelopor regulasi ruang digital di Asia Tenggara.
Kesimpulan
Pemerintah Indonesia kini berada di persimpangan penting: memastikan ruang digital bersih dari konten berbahaya tanpa mengorbankan kebebasan berekspresi. TikTok dan Meta dituntut tidak hanya “janji manis”, tetapi langkah nyata yang cepat, transparan, dan terukur.