Disinformasi dan Deepfake Sri Mulyani Jadi Alarm Baru Menghadapi Media Sosial

Viral Video Palsu Sri Mulyani

Jakarta, 28 Agustus 2025 – Dunia maya geger setelah beredar sebuah video deepfake yang menampilkan Menteri Keuangan Sri Mulyani seolah-olah memberikan dukungan penuh terhadap kenaikan tunjangan DPR. Dalam video tersebut, sosok mirip Sri Mulyani berkata bahwa “tunjangan DPR harus naik demi menjaga martabat wakil rakyat.” Padahal, pernyataan itu tidak pernah diucapkan olehnya.

Video tersebut dengan cepat viral di TikTok, Instagram, dan WhatsApp, ditonton jutaan kali hanya dalam 24 jam. Banyak warganet yang awalnya percaya, sebelum klarifikasi resmi dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan.

Klarifikasi dari Pemerintah

Sri Mulyani secara langsung membantah isi video tersebut.

“Video itu palsu. Saya tidak pernah mengeluarkan pernyataan seperti itu. Ini bentuk disinformasi yang berbahaya,” tegasnya dalam konferensi pers.

Kementerian Keuangan melaporkan kasus ini ke Bareskrim Polri untuk diusut tuntas, termasuk kemungkinan keterlibatan aktor politik di balik penyebarannya.

Fenomena Deepfake Makin Meresahkan

Kasus ini menandai alarm baru bagi Indonesia dalam menghadapi ancaman teknologi AI generatif di media sosial. Sebelumnya, konten palsu lebih sering berupa teks atau foto editan. Kini, dengan teknologi deepfake, manipulasi bisa terlihat sangat meyakinkan, bahkan sulit dibedakan oleh mata awam.

Pengamat teknologi informasi dari ITB, Dr. Andika Rinaldi, menyebut deepfake berpotensi menjadi senjata politik berbahaya menjelang pemilu atau momen krusial lain.

“Bayangkan kalau video seperti ini muncul sehari sebelum pemilu. Dampaknya bisa luar biasa, mengubah persepsi publik hanya dalam hitungan jam,” ujarnya.

Reaksi Publik dan Media Sosial

Tagar #DeepfakeSriMulyani dan #LawanDisinformasi langsung trending. Banyak warganet mengecam pihak-pihak yang memproduksi konten palsu tersebut. Namun, ada pula sebagian yang tetap percaya video itu asli, menunjukkan betapa sulitnya membendung hoaks ketika sudah viral.

Upaya Pemerintah dan Platform

Kominfo mengumumkan kerja sama lebih erat dengan TikTok, Meta, dan YouTube untuk mengembangkan algoritma deteksi konten deepfake. Selain itu, pemerintah berencana meluncurkan kampanye literasi digital baru bertajuk “Cek Dulu Sebelum Share” yang fokus pada ancaman AI palsu.

Namun, lembaga pegiat kebebasan digital memperingatkan agar regulasi anti-disinformasi tidak dijadikan alasan untuk membungkam kritik masyarakat.

Analisis

Fenomena deepfake Sri Mulyani adalah titik balik bagi Indonesia dalam menyikapi ancaman disinformasi era digital. Tanpa sistem deteksi dan literasi yang kuat, publik akan mudah terjebak dalam manipulasi visual.

Kasus ini juga menunjukkan bahwa demokrasi modern tidak hanya diuji di jalanan lewat demonstrasi, tetapi juga di dunia maya lewat perang narasi digital.

Kesimpulan

Video deepfake Sri Mulyani menjadi alarm keras bagi pemerintah, platform digital, dan masyarakat. Di tengah situasi politik panas, kebenaran bisa dikaburkan hanya dengan satu video palsu. Maka, literasi digital bukan lagi sekadar edukasi tambahan, melainkan benteng utama melawan arus disinformasi.